Rabu, 27 Mei 2009

AGAMA ADALAH NASEHAT

AGAMA ADALAH NASIHAT

Oleh: Abdullah Saleh Hadram

Dari Abu Ruqayyah, Tamim bin Aus Ad-Daari Radhiallahu ‘Anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda:

Agama adalah nasehat?. Kami Bertanya: Untuk siapa?? Beliau menjawab: Untuk Allah, kitabNya, RasulNya, para pemimpin kaum muslimin dan kaum muslimin seluruhnya. (HR. Muslim)

Syarh dan Kandungan Hadis:

1. Al-Khaththabi ?Rahimahullah berkata: ?Nasihat ialah kata yang menjelaskan sejumlah hal, yaitu menginginkan kebaikan pada orang yang diberi nasihat.? Beliau juga berkata: Asal kata nasihat menurut bahasa ialah murni. Nashahtu-l?asala (arti harfiyyahnya: saya menasihati madu), maksudnya anda memurnikan madu tersebut dari lilin.

2. Nasihat untuk Allah Ta?ala ialah beriman kepadaNya, mengesakan dan tidak menyekutukanNya dengan suatu apapun, menyifatiNya dengan sifat-sifat kesempurnaan dan keagungan, mensucikanNya dari apa saja yang berlawanan dan menyalahi sifat-sifatNya, menjauhi semua maksiat, mentaati dan cinta kepadaNya dengan ikhlas, mencintai dan membenci karenaNya, memerangi siapa saja yang kafir kepadaNya, berdakwah mengajak kepadaNya, mendorong manusia untuk berjihad di jalanNya, mengakui nikmat-nikmatNya dan bersyukur kepadaNya dll. Semua yang kita Ilakukan ini adalah untuk kepentingan diri kita sendiri, karena Allah Maha Kaya dari nasihat siapapun.

3. Nasihat untuk Kitabullah ialah beriman kepadanya, mengagungkan dan mensucikannya, meyakini bahwa yang diturunkannya, tidak samaIAl-Qur’an adalah firman Allah sedikitpun dengan ucapan manusia, membacanya dengan bacaan yang sebenar-benarnya, mentadabburinya (memikirkan) larangan-larangan dan perintah-perintahnya, membelanya, mempercayai seluruh isinya, mengamalkan hukum-hukumnya, memahami ilmunya, mengambil ibrah (pelajaran) dari nasehat-nasehatnya, mempertahankan dari perubahan yang dilakukan oleh orang-orang yang melampaui batas dan pelecehan oleh orang-orang kafir dan berdakwah mengajak manusia kepadanya dll.


4. Nasihat untuk Rasululah Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam ialah beriman kepada beliau dan apa saja yang beliau bawa dari Allah, mengagungkan, menghormati dan taat kepada beliau, mengerjakan segala perintah-perintahnya dan meninggalkan segala larangan-larangannya, menghidupkan sunnah-sunnah beliau, menyebarkannya dan berdakwah mengajak semua manusia kepadanya, tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan syari?at beliau, mengikuti akhlak dan etika beliau, beramal sesuai dengan sunnah beliau, sangan marah dan berpaling dari siapa saja yang beragama dengan menyalahi sunnah beliau, mencintai keluarga dan sahabat beliau dll.

5. Diantara bentuk nasihat untuk Allah, KitabNya dan RasulNya dan ini secara khusus adalah tugas para ulama- ialah membantah seluruh hawa nafsu yang menyesatkan (bid?ah-bid’ah) dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, membantah pendapat-pendapat yang lemah dan ketergelinciran para ulama dengan menyebutkan dalil-dalilnya dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, menerangkan hadis yang shahih dari yang tidak shahih dll.

6. Nasihat untuk para pemimpin kaum muslimin ialah membantu mereka dalam kebenaran, taat kepada mereka dalam hal tersebut, selalu mengingatkan dan menasihati mereka dengan santun, tidak menyerang atau memberontak mereka, mendoakan kebaikan untuk mereka, cinta persatuan umat kepada mereka, benci perpecahan umat kepada mereka, marah kepada orang yang membelot dari mereka dll.

7. Ibnu Abbas ?Radhiallahu ‘Anhuma pernah ditanya tentang menyuruh penguasa kepada kebaikan dan melarangnya dari kemungkaran (amar makruf nahi mungkar terhadap penguasa), beliau menjawab: Jika engkau harus melakukannya, maka lakukanlah secara berdua-duaan (empat mata / sembunyi-sembunyi).

8. Yang dimaksud dengan pemimpin kaum muslimin adalah para penguasa atau siapa saja yang mengantikan atau mewakili mereka.

9. Nasihat untuk seluruh kaum muslimin ialah membimbing mereka kepada kemaslahatan-kemaslahatan, mengajari mereka dalam urusan agama dan dunia mereka, menutupi aib dan cacat mereka, mencintai untuk mereka apa yang dicintai untuk dirinya sendiri, membenci untuk mereka apa yang ia benci untuk dirinya sendiri, berbelas kasih terhadap mereka, menyayangi anak-anak kecil mereka, menghormati orang-orang tua dari mereka, sedih karena kesedihan mereka dan bahagia karena kebahagiaan mereka, menolong mereka dalam menghadapi musuh-musuh mereka, membela mereka, tidak menipu dan dengki kepada mereka dll.

10. Nasihat yang paling agung adalah memberi nasihat kepada orang yang meminta nasihat. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: Jika salah seorang dari kamu meminta nasihat kepada saudaranya maka hendaklah saudaranya menasihatinya. (HR. Imam Ahmad dll, shahih).

11. Termasuk adab nasihat adalah memberi nasihat kepada sesama muslim dengan sembunyi-sembunyi dan tidak didepan umum. Para salafush shalih jika ingin menasihati seseorang, mereka menasihatinya secara rahasia, hingga salah seorang dari mereka berkata: ?Barangsiapa menasihati saudaranya secara berdua-duaan (empat mata), itulah nasihat. Barangsiapa menasihatinya di depan manusia, sungguh ia sedang menjelek-jelekkannya.

12. Al-Fudlail bin ?Iyad berkata: ?Orang mukmin menutupi aib dan menasihati, sedang orang jahat membongkar aib dan menjelek-jelekkan.

13. Termasuk adab nasihat pula hendaklah dalam memberi nasihat menempuh cara yang santun, dengan hikmah, peringatan-peringatan yang baik, tidak terburu-buru dalam menghukumi sesuatu, tanpa emosi dan amarah.

14. Nasihat adalah termasuk amar makruf nahi mungkar yang dengannya umat ini mendapatkan kebaikan sehingga menjadi umat yang terbaik.

15. Abu Bakar Al-Muzani Rahimahullah berkata: Abu Bakar Ash-Shiddiq ?Radhiallahu Anhu tidak mengungguli sahabat-sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam dengan puasa dan shalat, namun dengan sesuatu yang ada dalam hatinya. Ibnu Ulaiyyah ?Rahimahullah mengomentari: ?ang ada di hati Abu Bakar Ash-Shiddiq ?Radhiallahu ?Anhu adalah cinta karena Allah dan memberi nasihat untuk makhlukNya.

10 penghalang untuk mengikuti kebenaran

10 PENGHALANG UNTUK MENGIKUTI KEBENARAN

BAB I

LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 Profil Buku

Buku yang akan dibedah isinya ialah buku yang berlatar belakang Islam dengan judul “TABIR HIDAYAH” serta memiliki subtitle “10 PENGHALANG UNTUK MENGIKUTI KEBENARAN.” Buku ini dikarang oleh Fariq Gasim Anuz, diterbitkan oleh Pustaka Imam Asy-syafi’I, Bogor Pada tahun 2002. Buku ini memiliki tebal 80 lembar untuk isi dan 2 lembar untuk cover, didalamnya berisi tiga pokok masalah dan 12 sub pokok masalah. Buku dengan judul Tabir Hidayah ini mengambil referensi dari buku-buku al-imam ibnu Qayyim al-jauziah rahimahullah. Adapun sinopsis dari buku ini selengkapnya sebagai berikut “…..Sesungguhnya orang-orang yang beriman sangat mendambakan untuk dapat meniti (dalam) kehidupan yang fana ini di atas jalan yang benar, di jalan keridhaan-nya. Segala macam tantangan dan rintangan menghadang kita gagal meraih cita-cita mulia, dari dalam diri kita sendiri datang tantangan berupa hawa nafsu yang cenderung keburukan, ditambah dengan musuh-musuh dari luar berupa syaitan-syaitan dari jin dan manusia yang bekerja mati-matian siang dan malam untuk menyesatkan manusia dari jalan kebenaran. Mereka bekerja sama dan saling tolong menolong dalam hal dosa dan permusuhan. ” Adapun harapan dari penulis untuk para pembacanya bahwasannya buku ini bisa memberikan pelajaran yang berharga bagi kita, dijadikan sebagai bahan introspeksi diri dan bukan untuk menilai orang lain, sementara kita lupa akan kekurangan dan kelemahan diri sendiri yang tidak sedikit jumlahnya.

1.2 Masalah Pokok

Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, buku ini memiliki tiga masalah pokok, diantaranya:
Sepuluh Penghalang untuk Mengikuti kebenaran Bahaya Ambisi Terhadap Harta dan Kehormatan Beberapa Penyebab Zuhud

1.2 Sub Pokok Masalah

Mengenai sub pokok masalahnya pada buku ini memiliki 12 butir dengan rincian 10 butir dari pokok masalah tentang Sepuluh penghalang untuk mengikuti kebenaran yang rinciannya sebagai berikut: Kurangnya ilmu dan lemahnya pemahaman tentang kebenaran tersebut Hati yang kotor akibat maksiat Sombong dan dengkI Lebih mencintai kehormatan dari pada kebenaran Syahwat dan harta Cinta kepada keluarga dan karib kerabat melebihi cintanya kepada kebenaran Lebih mencintai negara dan tanah air dari pada mencintai kebenaran Mencintai nenek moyang melebihi cintanya kepada kebenaran Adanya permusuhan antara seseorang dengan yang lain, kemudian musuhnya mengikuti kebenaran Penghalang berupa adat istiadat.

Kemudian untuk dua butirnya lagi berasal dari pokok masalah Bahaya ambisi terhadap harta, serta dalam sub masalah ini terdapat sub masalah selanjutnya, seperti berikut Ambisi terhadap harta Sangat cinta terhadap harta dan memforsir diri serta berlebih-lebihan dalam mencarinya, meskipun dengan jalan yang hala Disamping yang pertama, dia mencari dari jalan yang haram dan menahan hak-hak yang wajib ia berikan kepada orang lain Ambisi terhadap kehormatan Mencari kehormatan melalui jabatan, kekuasaan dan harta Mencari kehormatan dan kedudukan yang tinggi di mata manusia melalui jalan agama, seperti ilmu, amal shalih dan juhud

BAB II

PEMBAHASAN

Sepuluh Penghalang untuk Mengikuti Kebenaran

Ini merupakan suatu jawaban atas adanya masalah yang selama ini menggelayuti kehidupan manusia sebagai suatu penghalang untuk mencapai kemaslahatan dunia dan akhirat. Setiap muslim pasti menginginkan agar dalam hidup di dunis ini dirinya benar-benar berada diatas jalan yang haq atau di atas Shirathal Mustaqim, bahkan kita selaluberdoa kepada Allah dalam shalat kita minimal tujuh belas kali sehari dengan doa: “Ihdinash shirathal mustaqim (Berilah kami petunjuk ke jalan yang lurus).” Itulah doa yang selalu kita panjatkan, agar kita dapat tetap berjalan di atas kebenaran, mengikuti jalan Islam yang haq, untuk taat kepada Allah,Untuk meninggalkan perbuatan maksiat kepada-Nya, untuk mengikuti jejak Rasullallah dan para sahabatnya, untuk menjauhi segala bentuk bid’ah dan kesesatan, untuk merealisasikan itu semua tidaklah mudah, karena dia harus menghadapi banyak rintangan dan godaan yang selalu menghalanginya dari kebenaran tersebut. Di antaranya terdapat sepuluh sebab yang menghalangi manusia untuk mengikuti kebenaran, antara lain sebagai berikut:

1. Kurangnya ilmu dan lemahnya tentang kebenaran tersebut

Kita telah mengetahui, bahwa seorang muslim wajib untuk menuntut ilmu, karena ilmu adalah cahaya, sedangkan kebodohan ialah kegelapan. Dengan ilmu ia dapat membedakan mana yang haq dan mana yang bathil. Rasullulah berseru bahwa “Menuntut ilmu itu ialah kewajiban bagi semua muslim.”
Ada duajenis tentara kebatilan yang masuk ke dalam hati manusia, yaitu para tentara syahwat yang durjana dan tentara syubhat yang bathil. Orang yang hatinya condong pada syubhat, maka hati, lisan amalan-amalannya berupa keraguan, syubhat-syubhat dan tendensi-tendensi hawa nafsu. Adapun orang yang jahil (bodoh) menyangka bahwa orang tersebut memiliki ilmu yang sangat luas! Padahal sesungguhnya kosong dari ilmu dan keyakinan.

Adapun orang-orang yang diberikarunia oleh Allah berupa bashirah dapat menyingkap hakekat dibalik segalasesuatu apakah berupa kebenaran atau kebatilan.. Apabila kita hendak menelaah hakekat suatu pengertian, apakah dia itu haq atau bathil, lepaskanlah dari semua pengaruh ungkapan kata-kata, lepaskan diri kita dari sikap apriori aau simpati, kemudian setelah itu berikan akal haknya untuk mempertimbangkan hal tersebut dengan pertimbangan yang obyektif.

2. Hati yang kotor akibat maksiat

Al-Imam Ibnu Qayyim mengatakan: “Biasa jadi pengetahuan dia tentang ilmu tersebut sempurna, tetapi tidak cukup dengan ilmu pengetahuan saja untuk bisa mengikuti kebenaran. Ada syarat lain, yaitu harus bersih atau dia itu telah siap untuk menerima kebenaran, siap untuk dibersihkan. Apabila dia sendiri belum dibersihkan, maka kebenaran yang datang akan sulit diterima, apalagiuntuk diikuti. ”

Dalam hal ini hati manusia dimana bila ia banyak berbuat dosa dan maksiat, jauh dari aturan-aturan Allah, maka hatinya menjadi kotor.Bila perbuatan itu terus-terusan terjadi maka ia tidak mengenal lagi mana yang baik dan yang munkar, selanjutnya ilmu yang dimilikinya pun tidak akan bermanfaat lagi.

3. Sombong dan dengki

Sombong dan dengki menghalangi manusia untuk mengikuti kebenaran. Oleh karena itu hati kita harus dibersihkan dari sifat sombong. Adapun hal yang menyebabkan manusia bersifat sombong antara lain, karena ia merasa memiliki ilmu, baik ilmu dunia maupun ilmu agama yang lebih dari yag lainnnya. Selain itu ialah harta, keturunan, ketampanan dan kecantikan. Untuk mengendalikan hal itu kita harus senantiasa ingat bahwa kita ini manusia, tempatnya berbuat salah dan dosa serta diciptakan dari tanah dan tidak ada keunggulan darinya selain keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt yang hanya Allah-lah tyang tahu siap manusia bertaqwa

Selain itu sifat buruk yang akan menghalangi kebenaran ialah sifat dengki. Pada sifat ini akan merugikan diri sediri dan orang lain. Dimana dirinya akan merasa tersiksa karena hatinya selalu tidak tenang bila melihat orang lain senang atau mendapat kebakan dan merugikan orang lain karena orang yang dengki akan melakukan apa saja untuk mencegah kebahagiaan atau kebenaran yang didapatkan oleh orang lain.

4. Lebih mencintai kehormatan dari pada kebenaran

Hal ini terjadi pada orang yang tidak ingin kehilangan kewibawaannya bila ia mengikuti jalan yang benar karena kebanyakan orang-orang berada di luar jalan yang benar. Maka solusinya ialah menguatkan hati untuk tetap istiqomah dijalan kebenaran apapun resiko yang akan dihadapi. Syahwat dan harta

Syahwat dan harta bila tidak dikendalikan dengan baik makaakan menimbulkan mala petaka pada orang yang bersangkutan dimana ia akan terhalang dari kebenaran. Godaan syahwat bisa dicontohkan bila mana seorang muslim ataupun muslimah yang digelapkan mata hatinya karena jatuh cinta pada orang diluar Islam sehingga ia rela untuk meninggalkan keislamannya. Sedangkan contoh harta yang membawa petaka ialah bila mana kita lebih mengutamakan harta kita dibandingkan kebenaran yang harus dijalankan. Jalan yang harus kita tempuh untukmenghindari hal tersebut ialah bersabar dalam keadaan apapun tetap yakin bahwa kebenaran akan membawa kebahagiaan yang abadi.

5. Cinta kepada keluarga dan karib kerabat melebihi cintanya kepada kebenaran
Jika kita akan mengikuti kebenaran yang harus berbenturan dengan keluarga atau dengan karib kerabat,dipastikan akan mengalami masa-masa sulit. Dimana hal ini akan menjadi sebuah dilema bagi seseorang yang mengalaminya dimana dua hal yang paling penting dalam hidupnya harus dipilih salah satu jalan kebenarankah atau keluarga yang akan dipilih. Namun bila orang tersebut benar-benar memiliki keimanan yang kuat maka dipastikan ia akan memilih jalan kebenaran sebagai pilihan utamanya dengan menyadari berbagai resiko atau konsekuensi yang akan dihadapi.

6. Lebih mencintai negara dan tanah air dari pada mencintai kebenaran

Pada bagian ini menerangkan tentang seseorang yang lebih memilih negara dan tanah airnya dari pada menjalankan apa yang seharusnya dilakukan menurut islam. Biasanya kenyataan seperti ini rentan pada orang yang imannya masih lemah. Oleh karena itu untuk menghindari masalah ini maka pertebalah keimanan kita terhadap Islam.

7. Mencintai nenek moyang melebihi cintanya kepada kebenaran

Seseorang pada pikirannya memiliki keyakinan kalau dia mengikuti dien yang Islam benar, berarti ia melecehkan nenek moyangnya. Sehingga karena kecintaannya kepada nenek moyangnya itu ia tidak bisa menerima Islam.

Contoh nyata kasus ini pada jaman Rasullullah SAW dimana paman Nabi , yaitu Abu Thalib yang meyakini bahwa Nabi Muhammad itu benar ajarannya, bahkan ia selalu membela dan melindungi Rasullullah SAW dari gangguan orang-orang kafir. Akan tetapi ia sangat mencintai nenek moyangnya dari kalangan kafir yang menyembah berhala. Ketika menjelang meninggalnya pun, Nabi Muhammad SAW Bersabda: “Katakanlah, Laa ilaha illallah, maka engkau akan selamat ” Akan tetapi ada dua orang musyrikin yang hadir dihadapannya. Mereka berkata kepada Abu Thalib : “Apakah Engkau benci kepada Agama nenek moyang kita?” Akhirnya ia mati dalam keadaan musyrik.

8. Adanya permusuhan antara seseorang dengan yang lain, kemudian musuhnya mengikuti kebenaran.

Disebabkan oleh adanya permusushan pribadi antara seseorang dengan musuhnya, pada akhirnya orang tersebut tidak mau mengikuti kebenaran seperti musuhnya. Hal ini disebabkan oleh tabiat orang yang bermusuhan itu, masing-masing selalu ingin tampil berbeda dengan musuhnya. Misal seseorang menjadi tidak berkenan untuk pergi ke majelis ta’lim karena musuhnya pun pergi kemajlis ta’lim. Seharusnya hal yang seperti ini tidak perlu terjadi karena kita harus memiliki pegangan teguh terhadap jalan kebenaran walaupun musuhnya pun melakukan hal serupa. Sebagaimana Sabda Allah SWT dalam QS. Al-Hujuraat:10 yang berbunyi “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, maka damaikanlah diantara kedua saudaramu. ” Hal yang harus diperhatikan dalam menanggapi masalah ini ialah mencoba mengintrospeksi diri serta berpikiran obyektif kepada diri sendiri dan orang lain serta berlaku benar pada semua.

9. Penghalang berupa adat istiadat

Seseorang sejak keciltelah terbiasa menjalankan ajaranyang bersumber dari adat istiadat sehingga sudah mendarah daging, kemudian datang seorang pemuka agama Islam yang harus merubahnya, membawanya untuk mengikuti Al-Quran dan As-Sunnah, maka usaha ini bukanlah perkara yang mudah. Seorang juru dakwah harus membekali dirinya dengan sabar dalam merubah pola pikir orang-orang yang didakwahinya. Harus dipahami, bahwa untuk merubah tingkah laku seseorang itu perlu waktu, tidak semudah yang kita kira. Di sini dituntut adanya kesabaran . Demikian juga seseorang yang sudah terbiasa mengikuti adat-istiadat harus bisa meninggalkannya apabila ternyata bertentangan dengan syari’at Islam. Diperbolehkan untuk mengikuti adat istiadat selamaitu tidak bertentangan dengan syariat Islam. Adapun Firman Allah SWT yang menyatakan tentang adat istiadat ialah pada QS. Al-An’aam:116 yang berbunyi “Dan jika kamu menurut kebanyakanorang-orang yang adadimuka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).”

10. Bahaya Ambisi terhadap Harta dan Kehormatan

Seperti yang tertera dalam sebuah hadis dari Ka’ab Malik al-Anshari bahwasannya Nabi Muhammad SAW mencontohkan kerusakan pada dien seorang muslim dengan sebab ambisi terhadap harta dan kehormatan di dunia. Hadis ini mengisyaratkan, bahwa orang yang berambisi terhadap harta dan kehormatan tidak akan selamat dari keutuhan keislamannya, kecuali hanya sedikit yang selamat.

Ambisi terhadap harta

Ambisi terhadap harta terbagi menjadi dua, antara lain sebagai berikut:
Sangat cinta terhadap harta dan memforsir diri serta berlebih-lebihan dalam mencarinya meskipun dengan cara yang halal Walaupun akibat yang muncul dari ambisi terhadap harta hanyalah tersia-sianya waktu dalam hidup ini, padahal hal yang memungkinkan bagi manusia untuk memanfaatkan waktu tersebut untuk mencapai kedudukan yang yang lebih tinggi dan kenikmatan yang abadi di sisi Allah SWT, cukuplah hal tersebut sebagai celaan terhadap perbuatan ambisi terhadap harta.
Disamping yang pertama, dia mencari harta dari jalan-jalan yang haram dan menahan hak-hak yang wajb ia berikan kepada orang lain

Ada beberapa hakikat pada bahasan ini antara lain, Hakekat asy-syuhh ialah kecenderungan jiwa kepada apa-apa yang diharamkan oleh Allah dan tidak puasnya seseorang dari apa-apa yang dihalalkan oleh Allah, baik berupa harta, hubungan seksual dan selainnya. Kemudian setelah itu ia melampaui batas dengan melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT. Sedangkan Al-bukhlu merupakan menahan diri dari mengeluarkan harta yang dimilikinya.

Ambisi terhadap kehormatan

Ambisi terhadap kehormatan dibagi menjadi dua macam:

Mencari Kehormatan melalui jabatan, kekuasaan dan harta

Ketahuilah, bahwa ambisi terhadap kehormatan sangat membahayakan pelakunya, dalam usahanya dalam mencapai tujuan, juga sangat membahayakan pelakunya, ketika telah mendapatkan kehormatan di dunia, dengan cara mempertahankan statusnya meskipun harus melakukan kezhaliman, kesombongan dan kerusak-rusakan yang lain, sebagaimana dilakukan oleh penguasa yang zhalim.

Diantara bahaya dari ambisi terhadap kehormatan adalah biasanya orang yang memiliki kehormatan karena harta atau kekuasaannya, ia akan suka dipuji karena perbuatannya dan ia menginginkan pujian dari manusia, meskipun terkadang perbuatan itu lebih tepat disebut sebagai perbuatan tercela dari pada perbuatan terpuji. Orang yang tidak mengikuti keinginannya, dia tidak segan-segan menyakiti dan menterornya. Mencari kehormatan dan kedudukan yang tinggi di mata manusia melalui jalan agama, misalnya seperti; ilmu, amal shalih dan zuhud Bentuk seperti ini lebih keji dari yang pertama, lebih buruk, lebih berbahaya dan lebih besar kerusakannya. Karena sesungguhnya ilmu, amal shalih dan zuhud hanyalah dimaksudkan untuk mendapatkan ganjaran di sisi Allah SWT, berupa kedudukan yang tinggi, kenikmatan yang langgeng dan kedekatan dengan-Nya.

Pada bagian ini pun terbagi dua, antara lain sebagai berikut:

Dimaksudkan untuk mencari harta. Ini termasuk ke dalam ambisi terhadap harta dan mencarinya dengan jalan yang diharamkan. Dimaksudkan untuk mencari pengaruh pada manusia dan agar dihormati oleh mereka, agar mereka tunduk patuh kepadanya, agar ia menjadi pusat perhatian manusia, untuk menampakan kepada manusia kelebihan ilmunya melampaui para ulama, maka orang seperti ini bagiannya adalah neraka.

Beberapa Penyebab Zuhud

Untuk memperoleh sikap zuhud, terdapat beberapa sebab, diantaranya:
Dengan merenungi tentang akibat buruk di akhirat dengan sebab kehormatan dunia, berupa jabatan dan kekuasaan bagi orang yang tidak melaksanakan tugasnya dengan benar. Dengan merenungi tentang hukuman yang diperoleh bagiorang-orang yang zhalim dan sombong. Dengan merenungi tentang pahala yang akan didapatkan oleh orang-orang yang ketika di dunia rendah hati,ikhlas karena Allah, yaitu dengan mendapatkan derajat yang tinggi di akhirat, karena sesungguhnya, barangsiapa yang rendah hati karena Allah, niscaya Allah akan mengangkat derajatnya. Zuhud didapat bukan karena kemampuan seorang hamba, akan tetapi merupakan karunia Allah dan rahmat-Nya. Orang yang zuhud akan memperoleh kehidupan yang baik di dunia sesuai dengan janji Allah kepada orang-orang yang beriman dab beramal shalih.

BAB III

TANGGAPAN DAN SARAN

3.1 Tanggapan

Dalam pemaparan isi buku diatas bila dilihat dari segi penulisan pokok masalah dan sub pokok masalah insyaallah akan mudah dipahami oleh berbagai kalangan masyarakat Islam dimana pokok masalahnya ditampilkan secara lugas, misal “sepuluh penghalang untuk mengikuti kebenaran.” Kita dapat perhatikan bahwa pemilihan katanya mudah dimengerti, lalu maknanya jelas yaitu mengenai penghalang menuju jalankebenaran baik eksternal maupun internal. Namun apabila kita melihatnya dari sudut pandang isi dari buku tersebut ada beberapa bagian kekurangan misal dalam penulisan kataseprti “tolak ukur” ditulis tolok ukur. Penyajian penulisannya yang kurang menarik sehingga membawa efek bosan.

3.2 Saran

Adapun beberapa saran yang ditujukan untuk penulis, antara lain:

Penyajian isi buku agar lebih tampil menarik lagi, seperti diberi background, jarak spasinya jangan terlalu dekat, memberikan pemilihan kata yang mudah dimengerti oleh berbagai pihak.
Istilah-istilah asingnya lebih diperjelas lagi maknanya, memberikan penjel
asan yang lebih lengkap lagi.

Senin, 18 Mei 2009

kajian islami

FATWA-FATWA PENTING SEPUTAR AGAMA

﴿ فتاوى مهمة في الأحكام الشرعية

] Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي

Penyusun : Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin

Terjemah : Mohammad Khairuddin

Editor : Eko Abu Ziyad

2009 - 1430

﴿ فتاوى مهمة في الأحكام الشرعية

« باللغة الإندونيسية »

تأليف: الشيخ محمد بن صالح العثيمين

ترجمة: محمد خير الدين

مراجعة: أبو زياد إيكو هاريانتو

2009 – 1430

بسم الله الرحمن الرحيم

FATWA-FATWA PENTING SEPUTAR AGAMA

Seseorang bertanya tentang zakat perusahaan:

Saya adalah pemilik suatu perusahaan pribadi yang bergerak di bidang desain dan pembuatan kaca hias, pertanyaan saya tentang bagaimana cara mengeluarkan zakat, di mana saya mengeluarkannya dari keuntungan bersih setelah dipotong pajak yang jumlahnya mencapai 30 %, apakah saya mengeluarkan zakat dengan cara seperti ini sudah tepat?

Saya merasa bingung dalam masalah ini terutama setelah sebagian saudara menyampaikan kepadaku bahwa cara ini tidak sah. Perlu diketahui bahwa bentuk kerja di perusahaan adalah kontrak bersama konsumen (agen, klien, dealer) untuk mendesain dan membuat sebagian kubah dan jendela hias dengan kaca berwarna. Kami mengimpor bahan baku kaca, timah, las, (pateri, solder, ing) dan yang lainnya dari luar negeri dan menyimpannya di gudang kami, sisa pemakain, dan sebagian masih tersimpan di gudang hingga akhir tahun anggaran, di mana setelah di inventarisir dan membuat neraca keuangan perusahaan yang menjelaskan keuntungan tahun itu, setelah itu saya pengeluaran zakatnya berdasarkan daftar neraca keuntungan tersebut.

Pertanyaan saya:

Apakah zakat dikeluarkan dari keuntungan bersih? atau dari modal usaha? Atau dari hak pemilik yang menjelaskan daftar semua keuangan perusahaan? Apakah pajak yang diambil dari keuntungan dan diserahkan untuk kepentingan zakat dan pemasukan dipandang sebagai salah satu jenis zakat?

Saya berharap antum tidak keberatan menjelaskan kepadaku kepada jalan yang benar untuk mengeluarkan zakat. Maka saya berada dalam kebingungan dalam perkara saya. Dan aku berdoa kepada Allah I agar memberi petunjuk kepadaku menuju jalan yang benar untuk meluruskan kesalahan yang mungkin terjadi dariku di tahun-tahun yang lalu, atau untuk menenangkan hatiku jika yang kulakukan sudah benar.

Jawaban:

Segala puji bagi Allah I.

Kami memohon kepada Allah I agar membalas kebaikan kepadamu atas semangatmu untuk bertanya tentang hukum-hukum agamamu, dan yang wajib kepada setiap muslim untuk bertanya tentang agamanya, tanpa menunda atau ragu-ragu.

Pertama:

Perusahaanmu ini adalah perusahaan industri perdagangan, dan perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang industri perdagangan, wajib padanya zakat perdagangan. Dan tidak wajib pada alat-alat, perangkat keras, mobil, bangunan, peralatan yang ingin digunakan dan tidak ingin dijual untuk mengambil keuntungan.

Atas dasar ini, maka cara menghitung zakat di akhir tahun adalah bahwa dihitung apa yang ada dalam simpangan perusahaan yang telah dibeli dan bertujuan untuk dijual, hal itu meliputi: kaca, timah, las (solder, Ing) …dst, dan dihitung nilainya di akhir tahun, tanpa memandang harga belinya.

Semua itu ditambah uang tunai yang ada di perusahaan atau yang engkau simpan di bank.

Ditambah lagi piutang yang ada di tangan manusia yang engkau harapkan bisa ditagih. Kemudian engkau keluarkan zakatnya sebanyak 2,5 %.

Kedua:

Adapun keuntungan perusahaan selama satu tahun, maka keuntungan ini bisa dibagi dua:

Pertama: keuntungan dari hasil penjualan kaca kepada para pelanggan. Keuntungan ini wajib dikeluarkan zakatnya, dan tidak dihitung baginya tahun yang baru, bahkan haulnya adalah haul modal harta yang engkau membeli dengannya, jika sudah mencapai nisab.

Al-Mughni: 4/75.

Kedua: keuntungan dari hasil merakit (bisa dikatakan: merakit dan membuat). Keuntungan ini wajib di keluarkan zakatnya, bila sudah mencapai nisab dan sudah berlalu satu tahun dari saat menerimanya.

Dalam praktiknya, mungkin susah membedakan di antara dua keuntungan ini, maka yang lebih utama adalah engkau mengeluarkan zakat dari semua keuntungan di akhir tahun anggaran. Maka apapun dari keuntungan perdagangan, maka engkau telah mengeluarkan zakatnya pada waktunya di akhir tahun. Dan yang berasal dari upah kerja, maka engkau telah mengeluarkan zakatnya lebih dahulu, dan mendahulukan mengeluarkan zakat sebelum waktunya hukum boleh.

Ketiga:

Keuntungan yang telah dikeluarkan sepanjang tahun, dan tidak tersisa hingga akhir tahun, tidak ada kewajiban zakat padanya.

Keempat:

Haul (satu tahun) barang perdagangan bagi perusahaan bukan dihitung dari awal pendirian perusahaan atau dari membeli bahan baku, tetapi menyempurnakan (melengkapi) haul uang yang engkau membeli bahan baku dengannya.

Contohnya: jika permulaan engkau memiliki nisab di bulan Muharram dan pendirian perusahaan dimulai pada bulan Rajab, dan engkau membeli bahan baku dan memulai kegiatan kerja di perusahaan pada bulan Ramadhan, maka haul barang perdagangan bagi perusahaan adalah di bulan Muharram, bukan pada bulan Muharram.

Syaikh Muhammad al-Utsaimin rahimahullah berkata: 'Dan ketahuilah, sesungguhnya barang perdagangan, haulnya bukanlah setelah satu tahun dari saat membelinya. Tetapi, haulnya adalah haul harta asalnya. Karena ia hanyalah uang dari modalmu yang engkau pindah kepada barang perniagaan. Maka haulnya adalah haul hartamu yang pertama.'

Majmu' Fatawa Ibnu 'Utsaimin (18/234).

Kelima:

Adapun perhitungan zakat setelah dipotong pajak, maka jika mengeluarkan pajak dan menyerahkannya selesai sebelum berakhir satu haul, maka tindakanmu benar. Karena harta yang diserahkan ini belum melewati satu tahun.

Adapun jika menyerahkannya setelah sempurna satu haul (tahun), maka yang lebih hati-hati dan lebih selamat adalah mengeluarkan zakatnya, dan mengambil harta ini darimu adalah secara zalim, tidak menggugurkan kewajiban darinya.

Keenam:

Adapun menghitung pajak termasuk dari zakat, maka hukumnya tidak boleh, karena zakat harus dikeluarkan di tempat tertentu yang telah ditentukan oleh Allah I dalam firman-Nya:

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ {60}'

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para Mu'allaf yang dibujuk hatinya,untuk (memerdekaan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Biajaksana. (QS. at-Taubah: 60)

Pajak tidak diperuntukkan untuk semua ini, karena pemerintah tidak mengambil pajak atas nama zakat.

Para ulama lajnah daimah berkata:

Tidak cukup mengambil pajak terhadap bangungan sebagai pengganti mengeluarkan zakat, dan hal itu tidak menggugurkan kewajibannya di dalamnya, apabila sudah mencapai nisab dan genap satu tahun.

Fatawa Lajnah Daimah (9/339).

Lajnah Daimah juga pernah ditanya:

Apa pendapat antum dalam tata cara mengeluarkan zakat, di mana saya memiliki tempat perdagangan untuk menjual kayu, dan sudah genap satu tahun atas barang-barang yang di toko itu. Ada hutang yang bergantung dengan barang yang ada dan yang dibeli secara bertempo, dengan cara dibayar sebagian harganya dan sisanya dibayar bertempo. Sebagaimana juga ada pengeluaran tahunan seperti menyewa tempat, pembayaran ijin tahunan, pajak, asuransi. Demikian pula gaji para karyawan.

Maka mereka memberikan jawaban:

Wajib mengeluarkan zakat pada barang dagangan yang dipajang untuk dijual, seperti kayu dan semisalnya, apabila sudah mencapai nisab dengan sendirinya, atau dengan uang yang ada padamu, atau barang perdagangan, dan genap satu tahun. Adapun hutang, biaya sewa, dan pembayaran, maka tidak menghalangi kewajiban mengeluarkan zakat .

Fatawa Lajnah Daimah (9/348)

Adapun yang berhubungan dengan zakat di tahun-tahun yang lalu, maka engkau harus memperkirakan zakat setiap tahun, dan mengeluarkan kewajiban yang masih tersisa darinya, karena jahil dalam tata cara pengeluaran zakat tidak menggugurkan kewajiban zakat tersebut. Ia merupakan hutang atasmu yang harus engkau keluarkan. Wallahu A'lam.

Perumahan untuk disewakan, apakah terkena kewajiban zakat?

Pertanyaan:

Apabila seseorang mempunyai perumahan yang diperuntukkan untuk disewakan, apakah terkena kewajiban zakat?

Jawaban:

Segala puji bagi Allah I.

Syaikh Muhammad al-Utsaimin rahimahullah berkata:

"Tidak ada kewajiban zakat terhadapnya atas perumahan ini, berdasarkan sabda Nabi r:

ليس على المسلم في عبده ولا فرسه صدقة

"Tidak ada kewajiban zakat terhadap seorang muslim pada hamba dan kudanya."

Dan zakat hanya diwajibkan pada sewaannya, apabila sudah genap satu tahun dari sejak kontrak sewa menyewa. Contohnya: seseorang menyewakan rumah ini seharga sepuluh ribu, dan ia menerima sepuluh ribu setelah genap satu tahun. Maka wajib zakat terhadapnya pada sepuluh ribu (10.000), karena sudah sempurna satu tahun sejak awal aqad sewa menyewa. Dan contoh yang lain: seorang laki-laki menyewakan rumahnya seharga sepuluh ribu (10.000). lima ribu diterimanya saat tanda tangan aqad dan dibelanjakan dalam waktu dua bulan, dan lima ribu sisanya diterima setelah enam bulan, maka ia mengambilnya dan membelanjakannya dalam waktu dua bulan, dan setelah genap satu tahun, tidak ada lagi sisa uang sewaan di tangannya, maka tidak wajib zakat atasnya, karena tidak sempurna satu tahun atasnya, dan syarat wajib zakat adalah genap satu tahun.

Majmu' Fatawa Ibn 'Utsaimin 20/18.

Saya menanam saham pada tanah, bagaimana caranya mengeluarkan zakat saham?

Pertanyaan:

Seseorang menanam saham pada tanah milik perusahaan real estate, dengan poin-poin dan nilainya, dan telah berlalu beberapa tahun. Maka, bagaimana berlaku zakatnya? Perlu diketahui bahwa kadar sahamnya senilai tiga puluh ribu real (SR. 30.000)?

Syaikh Muhammad bin 'Utsaimin rahimahullah berkata: Penanaman saham ini adalah barang dagangan, karena yang menanam saham di pertanahan ingin berdagang dan berusaha. Dan karena alasan ini, kepada mereka diwajibkan mengeluarkan zakatnya setiap tahun, di mana mereka menilainya dengan sesuatu yang sama, kemudian mengeluarkan zakat. Apabila ia menanam saham sebanyak tiga puluh ribu, dan saat sempurna satu tahun, saham ini sama dengan enam puluh ribu (60.000). Ia wajib mengeluarkan zakat enam puluh ribu. Dan apabila saat genap setahun (haul) saham sebanyak tiga puluh ribu tinggal hanya senilai sepuluh ribu, ia hanya terkena kewajiban zakat dari nilai sepuluh ribu.

Dan atas dasar inilah dianalogikan semua tahun yang disebutkan oleh penanya bahwa ia telah menetap. Maka ia mengeluarkan setiap tahun sekadar zakatnya. Akan tetapi apabila saham-saham belum terjual hingga sekarang, maka sesungguhnya apabila ia dijual dikeluarkan zakatnya. Akan tetapi tidak semestinya manusia meremehkannya, tetapi ia menjualnya dengan nilai yang telah ditaqdirkan oleh Allah I, kemudian ia mengeluarkan zakatnya.

Majmu' al-Fatawa 18/226,

Pertanyaan:

Bagaimana tatacara mengerjakan shalat witir yang paling utama?

Jawaban:

Segala puji bagi Allah I.

Shalat witir merupakan ibadah yang paling agung di sisi Allah I. Sehingga sebagian ulama berpendapat –yaitu mazhab Hanafi-, bahwa shalat witir hukumnya wajib. Akan tetapi pendapat yang benar bahwa ia termasuk sunnat muakkad yang setiap muslim harus menjaganya dan tidak meninggalkannya.

Imam Ahmad rahimahullah berkata; barangsiapa yang meninggalkan shalat witir, maka ia adalah seorang laki-laki yang buruk, tidak semestinya persaksiannya diterima.' Ini menunjukkan pentingnya shalat witir.

Dan kita bisa menyimpulkan bahasan tentang tatacara shalat witir pada poin-poin berikut ini:

Waktunya:

Mulai dari sejak manusia shalat isya, sekalipun shalat isya itu dijama' (digabungkan) dengan shalat magrib jama' taqdim, hingga terbit fajar. Berdasarkan sabda Nabi r:

( إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَمَدَّكُمْ بِصَلاةٍ وهي الْوِتْرُ جَعَلَهُ اللَّهُ لَكُمْ فِيمَا بَيْنَ صَلاةِ الْعِشَاءِ إِلَى أَنْ يَطْلُعَ الْفَجْرُ

"Sesungguhnya Allah I mengulurkan kepadamu dengan shalat, yaitu shalat witir, Allah I menjadikannya untuknya di saat setelah shalat isya hingga terbit fajar. (HR. at-Tirmidzi no. 425 dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam shahih sunan at-Tirmidzi.

Apakah yang utama mengerjakannya di awal waktu atau menta`khirkannya?

Sunnah menunjukkan bahwa barangsiapa yang ingin bangun di akhir malam, maka yang utama adalah menundanya hingga akhir waktu, karena shalat di akhir malam lebih utama, ia disaksikan. Dan barangsiapa yang khawatir tidak bisa bangun di akhir malam, hendaklah ia shalat witir setelah tidur, berdasarkan hadits Jabir t, ia berkata, 'Rasulullah r bersabda:

( مَنْ خَافَ أَنْ لا يَقُومَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ أَوَّلَهُ وَمَنْ طَمِعَ أَنْ يَقُومَ آخِرَهُ فَلْيُوتِرْ آخِرَ اللَّيْلِ فَإِنَّ صَلاةَ آخِرِ اللَّيْلِ مَشْهُودَةٌ وَذَلِكَ أَفْضَلُ

"Barangsiapa yang khawatir tidak bisa bangun di akhir malam, maka hendaklah ia shalat witir di awalnya, dan barangsiapa yang ingin bangun di akhir malam, maka hendaklah ia shalat witir di akhir malam. maka sesungguhnya shalat di akhir malam di saksikan, dan itu lebih utama." (HR. Muslim no. 755).

An-Nawawi rahimahullah berkata: ini pendapat yang benar, hadits lainnya yang muthlaq dibawakan kepada hadits shahih lagi jelas ini. di antaranya adalah hadits:

( أوصاني خليلي أن لا أنام إلا على وتر

'Dan kekasihku berpesan kepadaku agar aku tidak tidur kecuali setelah shalat witir.'

Yaitu dibawakan kepada orang yang tidak bisa bangun (di akhir malam) (Syarh Muslim: 3/277).

Jumlah rekaatnya:.

Sekurang-kurang witir adalah satu rekaat, berdasarkan sabda Nabi r:

الْوِتْرُ رَكْعَةٌ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ

"Witir adalah satu rekaat di akhir malam." HR. Muslim no. 752.

Dan sabda Nabi r:

صَلاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمْ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى

"Shalat malam itu (jumlah rekaatnya) dua rekaat-dua rekaat, maka apabila salah seorang darimu khawatir (sudah tiba waktu) shalat subuh, ia shalat satu rekaat mengganjilkan baginya shalatnya. HR. al-Bukhari no. 911 dan Muslim no. 749.

Apabila seorang manusia hanya mencukupkan atasnya (hanya satu rekaat), berarti ia telah melaksanakan sunnah. Shalat boleh dilaksanakan tiga rekaat, lima rekaat, tujuh rekaat, dan sembilan rekaat.

Apabila ia melaksanakan shalat witir tiga, ada dua cara dan keduanya disyari'atkan:

Pertama: melaksanakan langsung tiga rekaat dengan satu kali tasyahhud, berdasarkan hadits 'Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata, 'Nabi r tidak salam dalam dua rekaat witir.' Dan dalam satu lafazh: Beliau r shalat witir tiga rekaat, tidak duduk kecuali di akhirnya.HR. an-Nasa`i 3/234 dan al-Baihaqi 3/31. an-Nawawi berkata dalam al-Majmu' (4/7): diriwayatkan oleh an-Nasa`i dengan isnad yang hasan dan al-Baihaqi dengan isnad yang shahih.

Kedua: salam setelah dua rekaat, kemudian witir dengan satu rekaat. Berdasarkan riwayat dari Ibnu Umar t: sesungguhnya ia memisahkan di antara shalat genapnya dan witirnya dengan satu kali salam. Dan ia mengabarkan bahwa Nabi r melakukan hal itu. HR. Ibnu Hibban (2435). Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam al-Fath (2/482): Isnadnya kuat.

Adapun apabila ia shalat witir dengan lima atau tujuh rekaat, sesungguhnya ia dilaksanakan bersambung, dan tidak tasyahhud kecuali satu kali tasyahhud di akhirnya dan salam. Berdasarkan riwayat 'Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata: Rasulullah r shalat malam tiga belas rekaat, melaksanakan witir dari hal itu dengan lima rekaat, tidak duduk kecuali di akhirnya.' HR. Muslim no. 737.

Dan dari Ummu Salamah radhiyallahu 'anha, ia berkata, 'Nabi r shalat witir lima dan tujuh rekaat, dan beliau r tidak memisah di antaranya dengan salam dan tidak pula dengan ucapan.' HR. Ahmad 6/290, an-Nasa`i 1714. an-Nawawi berkata: sanadnya jayyid. Al-Fath ar-Rabbani (2/297, dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih an-Nasa`i.

Dan apabila ia shalat witir sembilan rekaat, maka sesungguhnya ia dilaksanakan bersambung dan duduk untuk tasyahhud pada rekaat kedelapan, kemudian ia bangkit dan tidak salam, lalu tasyahhud di rekaat ke sembilan dan salam. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan 'Aisyah radhiyallahu 'anha, sebagaimana dalam Shahih Muslim (746), sesungguhnya Nabi r shalat sembilan rekaat, tidak duduk padanya kecuali pada rekaat ke delapan. Maka beliau r berzikir dan memuji Allah I, serta berdoa kepada-Nya. kemudian bangkit dan tidak salam. Kemudian beliau berdiri dan tidak salam. Kemudian beliau berdiri, lalu shalat rekaat ke sembilan. Kemudian duduk, berzikir kepada Allah I, memuji dan berdoa kepada-Nya. kemudian beliau salam yang kami mendengarnya.

Dan apabila dia shalat witir sebelas rekaat, maka sesungguhnya ia salam setiap dua rekaat dan witir dengan satu rekaat darinya.

Sekurang-kurang sempurna:

Sekurang-kurang sempurna dalam shalat witir bahwa ia shalat dua rekaat kemudian salam, kemudian shalat satu rekaat dan salam. Dan ia boleh menjadikannya dengan satu kali salam, akan tetapi hanya dengan satu kali tasyahhud, bukan dua kali tasyahhud, seperti yang sudah dijelaskan.

Dia membaca di rekaat pertama dari tiga rekaat surah al-A'la sampai selesai. Dan pada rekaat kedua surah al-Kafirun, dan pada rekaat ketiga surah al-Ikhlas.

An-Nasa`i meriwayatkan dari Ubai dan Ka'ab t, ia berkata: Rasulullah r membaca dalam shalat witir dengan surah al-A'la, al-Kafirun, dan al-Ikhlas.' Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan an-Nasa`i.

Semua sifat ini di dalam shalat witir disebutkan dalam Sunnah nabawiyah. Dan yang paling sempurna bahwa seorang muslim tidak menekuni hanya satu sifat/cara, tetapi ia melaksanakan cara ini pada satu saat dan cara yang itu di saat yang lain… dan seperti inilah, sehingga ia melaksanakan semua sunnah. Wallahu ta'ala a'lam.

Boleh mengeluarkan zakat harta perdagangan dari barang:

Pertanyaan no. 22449

Pertanyaan:

Saya mempunyai toko bahan makanan, di dalamnya adalah barang yang nilainya sekitar lima puluh ribu dinar. Saya mempunyai tanggungan hutang sebanyak dua puluh ribu dinar. Zakat toko wajib pada saat ini. bagaimana aku mengeluarkannya dan aku tidak mempunyai harta dalam simpanan toko kecuali sedikit sekali.

Jawaban:

Segala puji bagi Allah I.

Pertama:

Para ulama berbeda pendapat pada orang yang mempunyai nisab harta yang wajib zakat padanya, sedangkan ia mempunyai tanggungan hutang. Apakah zakat wajib pada kadar hutang dari harta atau tidak?

Yang rajih, sesungguhnya hutang tidak menghalangi kewajiban zakat. Dan atas dasar ini, sesungguhnya menilai barang yang ada di toko di akhir tahun. Kemudian engkau mengeluarkan zakat semua harta, dan tidak dikurang darinya kadar hutang yang wajib atasnya. (rujuk pertanyaan no. 22426.

Kedua:

Adapun mengeluarkan zakat, sedangkan engkau tidak mempunyai uang. Maka pendapat yang rajih (kuat) pada zakat barang dagangan bahwa mengeluarkannya dalam bentuk barang.

Dan atas dasar ini, maka jika engkau tidak mempunyai uang, maka engkau mengeluarkan zakat dari barang yang ada padanya di dalam toko. Dan hal itu sudah cukup bagimu insya Allah I. Dan engkau tidak boleh menunda zakat dari waktu wajibnya.

Syaikhul Islam rahimahullah berkata: boleh mengeluarkan zakat barang dagangan dalam bentuk barang. (ikhtiyaraah hal. 101.

Syaikh bin Baz rahimahullah ditanya: Bolehkan mengeluarkan zakat dari kain?

Maka beliau menjawab:

'Hal itu boleh menurut pendapat paling kuat dari dua pendapat ulama. Yang baik dari yang lain, dan yang buruk dari semisalnya menurut nilai. Serta diusahakan atas sesuatu yang melepaskan tanggung jawab, karena zakat adalah tolong menolong dari orang kaya kepada fakir miskin, maka boleh baginya menolong mereka dari zakat kain dengan kain, sebagaimana menolong mereka dari biji-bijian, korma, dan binatang ternak dan bentuknya.' Fatawa Syaikh bin Baz (14/253).