Minggu, 27 Desember 2009

Ibuku Seorang Pembohong ???

Sukar untuk orang lain percaya,tapi itulah yang terjadi, ibu
saya memang seorang pembohong!! Sepanjang ingatan saya
sekurang-kurangnya 8 kali ibu membohongi saya. Saya perlu catatkan
segala pembohongan itu untuk dijadikan renungan anda sekalian.
Cerita ini bermula ketika saya masih kecil. Saya lahir sebagai seorang
anak lelaki dalam sebuah keluarga sederhana. Makan minum serba
kekurangan.

PEMBOHONGAN IBU YANG PERTAMA.
Kami sering kelaparan. Adakalanya, selama beberapa hari kami terpaksa
makan ikan asin satu keluarga.

Sebagai anak yang masih kecil, saya sering merengut. Saya menangis,
ingin nasi dan lauk yang banyak.

Tapi ibu pintar berbohong ..... Ketika makan, ibu sering membagikan
nasinya untuk saya.

Sambil memindahkan nasi ke mangkuk saya, ibu berkata : ""Makanlah nak
ibu tak lapar."

PEMBOHONGAN IBU YANG KEDUA.
Ketika saya mulai besar, ibu yang gigih sering meluangkan watu
senggangnya untuk pergi memancing di sungai sebelah rumah.

Ibu berharap dari ikan hasil pancingan itu dapat memberikan sedikit
makanan untuk membesarkan kami.

Pulang dari memancing, ibu memasak ikan segar yang mengundang selera.

Sewaktu saya memakan ikan itu, ibu duduk disamping kami dan memakan
sisa daging ikan yang masih menempel di tulang bekas sisa ikan yang saya makan tadi.
Saya sedih melihat ibu seperti itu. Hati saya tersentuh lalu memberikan ikan yg
belum saya makan kepada ibu.

Tetapi ibu dengan cepat menolaknya.. .. Ibu berkata : "Makanlah nak,
ibu tak suka makan ikan."

PEMBOHONGAN IBU YANG KETIGA.
Di awal remaja, saya masuk sekolah menengah.

Ibu biasa membuat kue untuk dijual sebagai tambahan uang saku saya dan
abang.

Suatu saat, pada dinihari lebih kurang pukul 1.30 pagi saya terjaga
dari tidur.

Saya melihat ibu membuat kue dengan ditemani lilin di hadapannya.

Beberapa kali saya melihat kepala ibu terangguk karena ngantuk.

Saya berkata : "Ibu, tidurlah, esok pagi ibu kan pergi ke kebun
pula."

Ibu tersenyum dan berkata : "Cepatlah tidur nak, ibu belum ngantuk."

PEMBOHONGAN IBU YANG KEEMPAT.
Di akhir masa ujian sekolah saya, ibu tidak pergi berjualan kue
seperti biasa supaya dapat menemani saya pergi ke sekolah untuk turut menyemangati.
Ketika hari sudah siang, terik panas matahari mulai menyinari, ibu
terus sabar menunggu saya di luar.

Ibu seringkali saja tersenyum dan mulutnya komat-kamit berdoa kepada
Illahi agar saya lulus ujian dengan cemerlang.

Ketika lonceng berbunyi menandakan ujian sudah selesai, ibu dengan
segera menyambut saya dan menuangkan kopi yang sudah disiapkan dalam
botol yang dibawanya.

Kopi yang kental itu tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang ibu
yang jauh lebih kental.

Melihat tubuh ibu yang dibasahi peluh, saya segera memberikan cawan
saya itu kepada ibu dan menyuruhnya minum.

Tapi ibu cepat-cepat menolaknya dan berkata : "Minumlah nak, ibu tak
haus!!"

PEMBOHONGAN IBU YANG KELIMA.
Setelah ayah meninggal karena sakit, selepas saya baru beberapa bulan
dilahirkan, ibulah yang mengambil tugas sebagai ayah kepada kami
sekeluarga.

Ibu bekerja memetik cengkeh di kebun, membuat sapu lidi dan menjual
kue-kue agar kami tidak kelaparan.

Tapi apalah daya seorang ibu. Kehidupan keluarga kami semakin susah
dan susah.
Melihat keadaan keluarga yang semakin parah, seorang tetangga yang
baik hati dan tinggal bersebelahan dengan kami, datang untuk membantu
ibu. Anehnya, ibu menolak bantuan itu... Para tetangga sering kali
menasihati ibu supaya menikah lagi agar ada seorang lelaki yang menjaga
dan mencarikan nafkah untuk kami sekeluarga..

Tetapi ibu yang keras hatinya tidak mengindahkan nasihat mereka. Ibu
berkata : "Saya tidak perlu cinta dan saya tidak perlu laki-laki."

PEMBOHONGAN IBU YANG KEENAM.
Setelah kakak-kakak saya tamat sekolah dan mulai bekerja, ibu pun
sudah tua.
Kakak-kakak saya menyuruh ibu supaya istirahat saja di rumah. Tidak
lagi bersusah payah untuk mencari uang.
Tetapi ibu tidak mau. Ibu rela pergi ke pasar setiap pagi menjual
sedikit sayur untuk memenuhi keperluan hidupnya.

Kakak dan abang yang bekerja jauh di kota besar sering mengirimkan
uang untuk membantu memenuhi keperluan ibu, pun begitu ibu tetap berkeras tidak
mau menerima uang tersebut. Malah ibu mengirim balik uang itu, dan ibu
berkata : "Jangan susah-susah, ibu ada uang."

PEMBOHONGAN IBU YANG KETUJUH.
Setelah lulus kuliah, saya melanjutkan lagi untuk mengejar gelar
sarjana di luar Negeri. Kebutuhan saya di sana dibiayai sepenuhnya oleh sebuah
perusahaan besar. Gelar sarjana itu saya sudahi dengan cemerlang,
kemudian saya pun bekerja dengan perusahaan yang telah membiayai
sekolah saya di luar negeri.

Dengan gaji yang agak lumayan, saya berniat membawa ibu untuk
menikmati penghujung hidupnya bersama saya di luar negara.

Menurut hemat saya, ibu sudah puas bersusah payah untuk kami. Hampir
seluruh hidupnya habis dengan penderitaan, pantaslah kalau hari-hari tuanya
ibu habiskan dengan keceriaan dan keindahan pula. Tetapi ibu yang baik
hati, menolak ajakan saya.

Ibu tidak mau menyusahkan anaknya ini dengan berkata ; "Tak usahlah
nak, ibu tak bisa tinggal di negara orang."

PEMBOHONGAN IBU YANG TERAKHIR KALINYA.
Beberapa tahun berlalu, ibu semakin tua. Suatu malam saya menerima
berita ibu diserang penyakit kanker di leher, yang akarnya telah menjalar kemana-
mana. Ibu mesti dioperasi secepat mungkin.

Saya yang ketika itu berada jauh diseberang samudera segera pulang
untuk menjenguk ibunda tercinta.

Saya melihat ibu terbaring lemah di rumah sakit, setelah menjalani
pembedahan.

Ibu yang kelihatan sangat tua, menatap wajah saya dengan penuh
kerinduan. Ibu menghadiahkan saya sebuah senyuman biarpun agak kaku, aku yakin ia
lakukan itu dengan terpaksa lantaran sambil menahan sakit yang
menjalari setiap inci tubuhnya.

Saya dapat melihat dengan jelas betapa kejamnya penyakit itu telah
menggerogoti tubuh ibu, sehingga ibu menjadi terlalu lemah dan kurus.

Saya menatap wajah ibu sambil berlinangan air mata. Saya cium tangan
ibu kemudian saya kecup pula pipi dan dahinya.

Di saat itu hati saya terlalu pedih, sakit sekali melihat ibu dalam
keadaan seperti ini.

Tetapi ibu tetap tersenyum dan berkata : "Jangan menangis nak, ibu tak
sakit."

Setelah mengucapkan pembohongan yang kedelapan itu, ibunda tercinta
menutup matanya untuk terakhir kali.

Dibalik kebohongannya, tersimpan cinta, harapan dan dorongannya yang
begitu besar dan tiada putus bagi anak2nya hingga ke detik-detik
terakhir sekalipun.

Anda beruntung karena masih mempunyai orangtua... Anda boleh memeluk
dan menciumnya.

Kalau orangtua anda jauh dari mata, anda boleh menelponnya sekarang,
dan berkata, 'Ibu/Ayah, saya sayang ibu/ayah'...
Tapi tidak saya lakukan, hingga kini saya diburu rasa bersalah yang
amat sangat karena biarpun saya mengasihi ibu lebih dari segala-galanya, tapi
tidak pernah sekalipun saya membisikkan kata-kata itu ke telinga ibu,
sampailah saat ibu menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Saya sangat berharap dan berdoa kepada ALLAH SWT meskipun tidak pernah
saya ucapkan kalimat, " Ibu... sayang sekali pada Ibu... terima kasih
atas semua yang telah Ibu lakukan untuk saya ..." dalam setiap lantunan
dan lirih doa-doa saya saya munajatkan : Yaa ALLAH, ya Rabb, semoga
saja Ibu tahu kalau saya selalu mengucapkan rasa sayang dan terima
kasih saya pada Ibuku tercinta.

Ibu, maafkan saya. Saya sayang ibu.......

Untuk anda yang membaca cerita ini, saya punya satu pertanyaan :
sudahkah anda menghubungi Ibu anda meskipun via telepon untuk sekedar
menanyakan bagaimana keadaannya.. .?? jika belum, tidak ada salahnya
jika anda lakukan itu sekarang. Semoga dengan begitu Ibu anda tahu
bahwa anda sangat sayang padanya.

(diceritakan dan ditulis kembali oleh seseorang untuk menjadi
pelajaran kita semua.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar